Rabu, 17 September 2014

Kampung Cina dan Siti Nurbaya, elok menenangkan jiwa...


Aku muak, kesal, marah, pengen mampus....
aku berduka….
Seketika aku kembali masuk kosan, menutup pintu kamar, keluar kamar menuju toilet, sedikit BAB dan tak lupa cebokan...
Greeet, hari yang menyebalkan dan penuh kekesalan menimpaku hari ini.

"Proposal kamu ini gimana? Kamu udah diskusi sama pembimbingmu? Lalu... Bla bla... bla... bla...."
Sudah tahu kenapa aku murka? Benar, permasalahan klasik mahasiswa tahun gaek ! Proposal penelitian yang sudah sejak jaman dahulu belum juga mendapat tanggapan dari entah siapa tuh orang... Sungguh menyebalkan...

Sesaat aku merenung, sambil diam menghadap dinding, cicak gemetaran melihatku melototinya sedang mengincar nyamuk malang..

"Lo gak punya hati cak, lo tahu gimana si nyamuk itu bertahan hidup haa...!! Mikir dong...!!"

Bletak tap.... Pipiku merah kena tampar, ada nyamuk hinggap di muka dan tanganku refleks...
dan........ Nyamuk itu menghembuskan nafas terakhirnya...
:'(

Gue pembunuh... ada apa ini...???
Sudahlah, lupakan...

Selepas maghrib, aku memutuskan menggowes momon, sepeda butut yang sudah minta di jamah.
Berawal dari Pasar ambacang, aku kemudian melancong menuju Siti Nurbaya... Kalian pada tau kan siapa dia?

Dialah wanita cantik yang hendak di nikahkan dengan cowok cool tua renta, datuk Maringgi.
Perjalanan ke Siti Nurbaya mudah dilalui, jalan kaki dari pantai Padang bisa, pake motor bisa, sewa sepeda juga bisa... Nah, sebenarnya Siti Nurbaya ini adalah nama jembatan, tapi entahlah, masyarakat sudah menjadikan kisah Siti Nurbaya sebagai legenda setempat. Marah Rusli memang benar-benar membuat takjub dengan novel karangannya ini, banyak yang percaya bahwa Uni Siti ini ada wujud nyatanya.... bener gak ya... bener kayaknya... ia bener...
:|
Dari jembatan Siti Nurbaya ini, kita bisa melihat Bukit Gado-gado, disini kalau malam gemerlap lampu rumah-rumah penduduknya benar-benar indah sobat. Jembatan Siti Nurbaya inilah penghubung kota Padang dengan Bukit Gado-gado. Dibawahnya ada sungai Batang Aru dengan banyak kapal nelayan berjejer rapi... Kalau dari kejauhan, jembatan Siti Nurbaya membentuk ukiran atap rumah Minang karena cahaya lampu-lampu nya yang disusun sedemikian rupa disisi jembatan.

Setelah menikmati jembatan Cek Siti, kita juga bisa berkeliling kampung pecinan Pondok. Daerah ini dikhususkan untuk para etnis tiongkok yang tinggal di Padang... Ini bentuk pluarisme nya masyarakat Padang kali ya.

Daerah ini kalau malam agak serem juga. Apalagi kalau kalian mengendarai sepeda sendiri di malam hari... Rumah-rumah kuno yang banyak ditinggalkan pemiliknya sekarang menjadi tampak lusuh dan angker, terdengar suara-suara yang aneh... hihihihi. Tapi disitulah sensasinya, serem-serem pengen dipeluk...
Di Pondok ini juga banyak klenteng tempat sembahyang dan juga ada rumah duka... (seketika teringat nyamuk yang udah di bunuh tadi...) Jadi, nanti kalau ada yang meninggal, ritualnya disekitar sini... Makin angker kan suasananya...

Oh ya, kalau sudah sampe di Pondok, coba cicipi Kopi milo, mereka bilang KOPMIL. Komposisinya kopi, milo, susu krimer, air putih, es batu, kocok-kocok deh... Penyajiannya juga unik, dibungkus plastik dan sangkek asoi hitam... Sederhana, tapi ngena nikmatnya.

Sebenarnya pengen sampe malam sih disini, tapi kondisi cuaca tidak memungkinkan.
Ya sudahlah, rasanya sudah sedikit tenang berkeliling disini, dengan parodi malam menikmati pemandangan Siti Nurbaya, muda-mudi memadu kasih bikin sakit hati, dan Pondok dengan kekhasan kampung Cina...
Sampe rumah basah kehujanan.

Tiduuuur.

0 comments:

Posting Komentar