Rabu, 04 Januari 2023

Training of Trainer Lintas Instansi bagi Aparat Penegak Hukum

 LATAR BELAKANG

Anak merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa dan tidak dapat dipisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dalam sebuah bangsa dan negara. Keberlangsungan hidup Anak menjadi peran vital tegak dan majunya suatu bangsa karena ditangan mereka masa depan bangsa dan negara dilanjutkan. Sebuah ungkapan menyatakan “Majunya sebuah bangsa dapat dilihat dari bagaimana bangsa tersebut memperlakukan anak-anak mereka.”

Indonesia sebagai bangsa dan negara yang berdaulat menjadikan anak sebagai prioritas dalam Rencana Pembangunan Nasional oleh Bappenas. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Kementerian Pemuda dan Olahraga dengan beragam program kebijakan berupaya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang layak anak, meningkatkan SDM yang berkualitas dengan melibatkan partisipasi anak.

Selain itu, Indonesia sebagai negara hukum pun tak lepas peran untuk memberikan ruang bagi keberlangsungan anak yang terlibat pada kasus-kasus pelanggaran hukum. Sebagai bagian dari negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Indonesia turut meratifikasi hak-hak Anak yang termuat dalam Konvensi Hak Anak, melegitimasi menjadi aturan negara yang tertuang dalam bentuk Undang-Undang.

Masalah hukum yang dilakukan anak kerap kali menyudutkan pihak anak yang melakukan pelanggaran. Kerap kali anak diabaikan pendapatnya, diskriminasi, bahkan mendapat perlakuan yang tidak baik karena dianggap lemah dan tidak mampu melawan. Pidana penjara pun turut memberikan efek yang bertentangan dengan hak anak karena dapat membuat anak sulit untuk tumbuh dan berkembang dan memungkinkan anak untuk mempelajari kejahatan yang lebih buruk karena komunikasi di dalam penjara. Untuk itu, dalam melindungi hak anak selama menjalani proses hukum hingga menyelesaikan masa hukumannya, lahirlah Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Babak baru dari reformasi hukum di Indonesia mulai disuarakan melalui konsep keadilan restoratif.

ISU POKOK SPPA

Munculnya UU No. 11 tahun 2012 tentang SPPA merupakan upaya pemerintah untuk merespon perlakuan bagi anak pelanggar hukum yang hak-haknya diabaikan. Dengan menggunakan konsep keadilan restoratif, upaya pemenuhan dan perlindungan hak anak yang berhadapan dengan hukum semestinya dapat diberikan.

Keadilan Restoratif merupakan pendekatan untuk memulihkan hubungan baik antara pelaku dengan korban kejahatan sehingga hubungan antara pelaku dan korban dapat kembali pulih dan bukan bersifat pembalasan. Keadilan restoratif memungkinkan proses pemulihan hubungan dengan melibatkan pihak-pihak terkait yang turut terdampak dari tindak pidana atau pelanggaran hukuman yang dilakukan anak. Sistem Peradilan Pidana Anak juga menghindarkan anak dari proses pembalasan dan pemenjaraan adalah alternatif hukum terakhir yang diberikan.


Proses pelibatan pihak-pihak terkait yang terdampak dari tindak pidana menjadi tantangan bagi aparat penegak hukum untuk melibatkan partisipasi mereka di dalam pengambilan keputusan dengan mengedepankan prinsip terbaik bagi anak. Proses musyawarah bersama antara APH, Pelaku, Korban, masyarakat yang terdampak dan memiliki andil untuk kontrol sosial anak nantinya turut hadir memberikan pendapat dalam mewarnai musyawarah tentu membutuhkan kompetensi dan keahlian para aparat penegak hukum agar musyawarah dapat berlangsung dengan baik dan hasil akhir adalah menghasilkan putusan yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak. Sehingga adanya upaya peningkatan kompetensi aparat penegak hukum mutlak dilakukan seiring dengan perubahan paradigma dalam menyelesaikan perkara tindak pidana yang dilakukan anak.

PERAN STRATEGIS TOT

Training of Trainer merupakan pelatihan yang dilakukan kepada calon fasilitator agar mampu mentransfer keahliannya secara cepat menjadi salah satu upaya strategis untuk meningkatkan kompetensi dan pemahaman terkait dengan penyelenggaraan sistem peradilan pidana bagi anak. Dengan Training of Trainer yang memberikan pembelajaran transfer ilmu serta dilakukan secara bersama-sama antar aparat penegak hukum memberikan ruang untuk menyatukan persepsi sehingga di lapangan dapat memberikan kontribusi terbaik sesuai peran masing-masing.

Menjadi seorang trainer tentu tidak bisa dilakukan dengan cara yang sembarangan. Ada begitu banyak kompetensi yang harus dimiliki karena menyangkut sikap profesionalitas sehingga penyelenggaraan Training of Trainer menjadi peran vital untuk membantu peningkatan kompetensi bagi calon trainer. Selain itu, penyelenggaraan Training of Trainer juga akan mampu meningkatkan rasa percaya diri pada trainer karena sudah tersertifikasi, memiliki bekal pengetahuan dalam memberikan pelatihan yang baik, benar, dan menarik kepada peserta.

 

KESIMPULAN DAN CATATAN PENUTUP

Lahirnya Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menjadi sejarah baru reformasi hukum di Indonesia. Maka perlu upaya dalam peningkatan kompetensi para aparat penegak hukum agar cita-cita dalam undang-undang tersebut dapat terwujud demi kepentingan terbaik bagi anak. Program Training of Trainer menjadi sarana untuk meningkatkan pemahaman dan kompetensi bagi APH sehingga dapat menjalankan undang-undang tersebut dengan baik. Diharapkan dengan ToT para penegak hukum yang menjalani program tersebut dapat memberikan kontribusi penyaluran informasi yang seirama antar penegak hukum dan menjalankan peran masing-masing secara optimal demi terwujudnya Keadilan Restoratif yang mengedepankan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.

0 comments:

Posting Komentar