Rabu, 26 Agustus 2015

Pergilah ke Ragunan, Meraka di Kurung untuk Kita…

Pusat Primata Schmutzer
Busway telah berhenti di halte Bidara China, seluruh penumpang berdesakan melalui pintu masuk, petugas memperingatkan untuk mendahului penumpang turun. Hanya berselang beberapa saat saja penumpang di dalam bus menghirup udara segar, lagi-lagi harus berebutan nafas bersama penumpang yang baru masuk. Salah satu corong udara yang akan memperebutkan oksigen adalah aku yang berdiri bergelantungan layaknya………….. kebetulan aku akan mengunjungi mereka.
Perjalanan hari ini bertujuan untuk menghindari spesies keturunan homosapiens yang sudah menjejali setiap sudut ibukota. Aku sangat merindukan bergabung dengan makhluk-makhluk ciptaan Tuhan yang lain. Maka, laksana menjemput cinta dan asa, hati ini bermekaran seindah raflesia, impian mengudara segagah elang di angkasa, dan bau tengik manusia yang bergelantungan ini membuatku ingin muntah. Aku dapat bernafas lagi setelah tiba di halte harmoni untuk transit dan berganti bus transjakarta yang mengarah ke Ragunan. Transjakarta akan berhenti di pintu utara bonbin ragunan, pastikan setibanya nanti untuk memiliki tiket masuk dan anda bukan penghuni bonbin yang kabur.

Kemolekan pelikan menyihirku dari kejauhan di pintu gerbang utara. Alunan merdu burung-burung bersautan seolah memanggilku “Apa lagi yang kau tunggu, masuk saja…” begitulah tingkahnya binatang. Namun identitas ku adalah sebagai manusia, jadi prosedurnya harus seperti manusia, masuk melewati palang pengamanan, menunjukkan tiket, dan tersenyum kepada petugas. Tak lupa aku sempat bergaya di depan kamera tukang poto keliling di pintu masuk, this is the real man.

Aku sudah mulai terbiasa dengan baunya, beberapa dari pengunjung lain mengeluh bau amis dari santapan si Pelikan. Meskipun memang terasa agak bau, tetapi ketika aku berada di pasar ikan Muara Angke tercium lebih menyengat dibandingkan ikan-ikan kecil santapan burung putih yang tidak berdaya untuk terbang ini. Rasanya mereka mengikuti jadwal makannya manusia, sudah saatnya makan siang. Begitulah yang aku pikirkan seraya mengemut ikan-ikan bersama mereka. Bangke!!!

Sejujurnya aku tidak mengerti bagaimana mereka bisa menawarkan bakso murah di area food center ragunan yang seyogyanya ditempat wisata harga jajanan bisa meroket fantastis. Mbak-mbak muda sampai mbok-mbok yang sudah kehilangan masa mudanya menawarkan bakso seharga sepuluh ribu. Aku tergiur ajakan mereka dan drama korea yang bercokol di TV salah satu warung. Sambil makan, aku melihat-lihat rute kawasan yang ada di ragunan, dengan sangat teliti dari sudut ke sudut, dari utara hingga selatan, dari barat menuju timur, ternyata aku kecewa… Kamera hape ku tidak menangkap detil yang sempurna saat membaca tulisan denah lokasi, dan aku lebih kecewa lagi karena harus membayar 25k untuk porsi mi ayam bakso + es teh. Hilang sudah seleraku menikmati sajian drama korea yang sudah berganti alunan boyband.
Rasanya pantas masyakarat Jakarta mengisi liburan di Ragunan, pasalnya lokasi ini sungguh terawat. Banyak titik-titik kotak sampah tersebar dan petugas kebersihan yang siap menyelamatkan keimanan kita, karena kebersihan itu sebagian dari iman. Tetapi sayang seribu sayang, masyarakat kota ini sepertinya tidak ingin berkenalan dengan burung unta, tidak ingin mendengar kakatua, atau sekedar menjenguk kerabat mereka yang hampir punah. Pengunjung kebun binatang lebih sedikit dibandingkan satwanya.
Sudah berkeliling tergopoh-gopoh karena luasnya area ragunan, mata ini mengarah ke sebuah wahana edukasi menarik, tulisannya schmutzer. Ada yang bisa melafalkannya? Pusat Primata Schmutzer memiliki koleksi Gorila, primata besar yang ada di film itu loooh…  Aku kagum benar-benar kagum, Indonesia punya koleksi langka.
Aku berhenti sejenak, ada tiket masuk setelah bayar tiket masuk? Aku membeli tiket lagi untuk masuk ke pusat primate schmutzer. Aku cemas saat petugas memanggil, ini petugas pemeriksaan, aku tidak berencana melakukan transaksi ganja dengan gorilla, aku bukan pemakai, apa lagi pengedar. Lalu tuduhan apa yang dilayangkan kepadaku? Akhirnya aku pasrah karena hanya razia makanan dan minuman. Sebotol Aqua, bekal roti yang sengaja aku beli di seven eleven untuk kunikmati bersama kesendirian, plus permen xylitol aku relakan di ambil petugas. Ya Tuhan, semoga ketika aku keluar nanti jajananku tertukar sama nasi kotak yang ada di kotak penitipan ini.
Sebelum aku masuk, aku googling sebentar, Wikipedia terbuka, isinya:
“…Walaupun berada dalam kebun binatang ragunan, pengelolaannya tidak diserahkan pada kebun binatang ragunan, melainkan oleh swasta yang dana pendiriannya berasal dari The Gibbon Foundation…”
Kecurigaanku benar, uang tiketku mengalir ke pihak asing.
Sepanjang rute di dalam pusat primata, aku tidak melihat adanya gorilla, yang ada hanya kerabat-kerabatnya saja, spesies kera, monyet, dan kalian yang berjabat tangan ditempat umum yang belum muhrim. Mungkin gorilla sudah tidak ada disini lagi atau sedang bermain baseball bersama Wei Wei (ada yang sudah nonton film drama korea Mr. Go…?). Di dalam area wahana, tersedia pancuran air minum di beberapa lokasi, gua-gua kecil, dan kehidupan primata yang katanya dirancang seperti habitat asli tanpa kandang (enklosur). Sebelum pintu masuk, ada museum tempat informasi sejarah dan kehidupan primata, juga ada bioskop mini tempat memutar video tentang primata, sayangnya aku tidak dapat menyaksikan karena tidak ada petugas di dalamnya.
Aku ingin menyudahi semuanya, tidak bertemu gorilla, tidak ada bioskop gratis, lelah melihat orang-orang pacaran, bahkan presiden kontroversial pun lelah, tulisannya yang terpampang dimuseum sesingkat ikat pinggangnya, “Teduh… Bersautan Suara Satwa2…” Jokowi 8-10-2013 ditandatangani. Tetapi, aku lebih suka mengomentari tulisan Kak Seto, “Pusat primata schmutzer sungguh merupakan tempat yang ideal untuk sarana pendidikan dalam suasana yang menyenangkan bagi anak-anak!” Kak Seto, 10-09-15 ditandatangani. Begitu indahnya tempat ini, menyenangkan dan sangat ideal untuk rekreasi sambil mendapatkan pendidikan. Bahkan Kak Seto pun setuju bahwa mereka dikurung untuk kita mendapat ilmu. Lalu, kemana manusia-manusianya saat mereka ingin kita melihatnya?????

0 comments:

Posting Komentar